Pengukuran Titik Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan

Pengukuran Titik Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan

Dalam Upaya realisasi titik batas WIUP di lapangan terlebih dahulu dilakukan pengukuran titik batas menggunakan metode stake out. Namun demikian, pengukuran titik batas memiliki ketentuan yang telah ditetapkan pada Kepmen ESDM No. 1825 K/30/MEM/2018, sehingga terdapat aturan lengap yang harus dipatuhi mengenai pengukuran titik batas.

Cakupan Pengukuran Titik Batas

  1. Pelaksanaan pengukuran Titik Batas meliputi:
    1. pengukuran pengikatan BM ke JKHN;
    2. pengukuran pengikatan Titik Bantu ke BM;
    3. pengolahan data hasil pengukuran; dan
    4. Stake Out Titik Batas.
  2. Peralatan pengukuran Titik Batas paling sedikit meliputi :
    1. 3 (tiga) unit GPS atau GNSS Geodetik;
    2. GPS Navigasi;
    3. Theodolite dan alat ukur jarak atau ETS; dan
    4. perangkat lunak pengolah data.
  3. Pengukuran Titik Batas dilaksanakan oleh juru ukur tambang pemegang IUP atau IUPK.

Pengukuran pengikatan BM ke JKHN

Prinsip:

  1. Pengukuran GPS/GNSS metode relatif statik;
  2. Menggunakan metode jaring; dan
  3. Post processing dengan perataan jaring.

Persyaratan:

  1. Memiliki 1 (satu) buah titik ikat JKHN;
  2. Lokasi BM berada pada tanah yang struktur dan kondisinya stabil;
  3. Lokasi BM untuk pengamatan satelit GPS/GNSS memiliki ruang pandang ke atas langit/elevation mask diatas 15º;
  4. Lama pengamatan minimal, paling sedikit 1 (satu) jam dengan interval pengamatan (sampling rate) 15 detik; dan
  5. Dalam hal panjang baseline > 20 km, lama pengamatan minimal, paling sedikit 4 (empat) jam dengan menggunakan receiver                                      GPS/GNSS frekuensi ganda (L1, L2).

Pengikatan Titik Bantu ke BM

Prinsip:

  1. Pengukuran GPS/GNSS metode relatif statik;
  2. Menggunakan metode radial; dan
  3. Post processing dengan perataan baseline.

Persyaratan:

  1. Lokasi Titik Bantu berada pada tanah yang struktur dan kondisinya stabil;
  2. Jarak maksimal Titik Bantu ke Titik Batas berada dalam radius 100 m;
  3. Lokasi Titik Bantu untuk pengamatan satelit GPS/GNSS memiliki ruang pandang ke atas langit/elevation mask diatas 15º; dan
  4. Lama pengamatan minimal, paling sedikit 1 (satu) jam dengan interval pengamatan (sampling rate) 15 detik.

Pengolahan Data Hasil Pengukuran

Prinsip:

  1. Pengolahan data hasil pengukuran GPS/GNSS pengikatan BM ke JKHN dilakukan secara post processing menggunakan perataan jaring;
  2. Pengolahan data hasil pengukuran GPS/GNSS pengikatan Titik Bantu ke BM dilakukan secara post processing menggunakan perataan baseline; dan
  3. Perangkat lunak pengolah data yang digunakan adalah perangkat lunak pengolahan data GPS/GNSS komersial (commercial software).

Persyaratan:

  1. Nilai PDOP Maksimum yang diperbolehkan adalah tidak lebih dari 10;
  2. Solusi ambiguitas untuk baseline pada post processing harus fixed;

Hasil reduksi/hitungan baseline harus memiliki standar deviasi (σ) yang memenuhi hubungan berikut:

  • N < M
  • E < M
  • H < M

dimana M adalah syarat ketelitian pengukuran baseline horizontal dalam tingkat keyakinan 99% (E0.99 = 2.576) dihitung dengan rumus:

M=2.576[2(SA)^2+(Ad)^2]^(1/2)

dengan N, E adalah komponen standar deviasi baseline, SA adalah ketelitian setting alat (minimal ± 3 mm), A adalah ketelitian inheren alat dari manufaktur (misalnya 3 mm + 0.5 ppm), serta d adalah panjang baseline dalam kilometer; dan

Hasil perataan jaring pengolahan data pengukuran GPS/GNSS pengikatan BM ke JKHN harus lolos uji statistik yang dipersyaratkan secara default oleh perangkat lunak pengolahan data GPS/GNSS.

Stake Out Titik Batas

Prinsip:

  1. Koordinat Titik Bantu dan Titik Batas terlebih dahulu dikonversi ke sistem koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) untuk          dihitung nilai azimut (α) dan jarak (d) antara Titik Bantu dengan Titik Batasnya;
  2. Pengukuran Stake Out dilakukan menggunakan Theodolite/ETS metode orientasi arah (azimut) dan jarak;
  3. Dalam hal hal titik ikat JKHN yang digunakan dalam pengukuran menggunakan Sistem Referensi Geospasial 2013 (SRGI2013), maka koordinat Titik Batas sesuai SK Tahap OP harus ditransformasi dari Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN’95) ke SRGI2013 sebelum dikonversi ke sistem koordinat Universal Transverse Mercator (UTM);
  4. Dalam hal pengukuran Stake Out Titik Batas dari Titik Bantu tidak dapat dilakukan dalam satu kali berdiri alat, maka harus            dilakukan pengukuran Titik Bantu tambahan dengan metode poligon terbuka terikat sempurna atau metode poligon tertutup dengan        kesalahan penutup sudut paling besar 10”n serta kesalahan penutup linear harus paling besar 1 : 6.000, dimana n adalah jumlah titik poligon; dan
  5. Dalam hal pengukuran Stake Out Titik Batas berada di area terbuka, maka pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan GPS/GNSS Real Time Kinematic (RTK).

Persyaratan:

Deviasi antara Titik Batas hasil Stake Out dengan Titik Batas tidak lebih dari 30 cm.

Bagaimana jika tanda batas terletak pada area yang tidak memungkinkan untuk dipasang tanda batas?

  1. Dalam hal lokasi Titik Batas tidak memungkinkan untuk dipasang Tanda Batas, pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi dapat membuat Tanda Batas Referensi yang dilengkapi dengan deskripsi posisi Tanda Batas sebenarnya yang ditunjukkan dengan arah (azimuth) dan jarak.
  2. Apabila WIUP atau WIUPK berada di wilayah perairan maka pemasangan Tanda Batas dilakukan sesuai dengan teknologi yang memungkinkan bagi pemegang IUP atau IUPK.

 

Penulis: Dinda Pratiwi Dwi Putri

Sumber

  • Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2018.
  • No. 1825 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pemasangan Tanda Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi.

Daftar Sekarang

Daftar sekarang untuk pendidikan dan pelatihan terbaik, siap menjawab kebutuhan perusahaan tambang modern. Jadilah yang terdepan dalam menciptakan masa depan pertambangan Indonesia yang lebih baik!

WhatsApp